Mungkin kebanyakan orang mengenal Jakarta sebagai kota yang metropolis dan serba modern.
Terlepas dari kata modern, ternyata di Jakarta terdapat salah satu suku asli yang bernama suku Betawi, suku ini adalah penduduk asli dan memiliki beragam senjata tradisional yang dipakai pada saat zaman dulu.
Masyarakat Betawi dikenal sebagai masyarakat yang terbuka, mereka mau menerima kedatangan orang lain dengan ramah dan bijaksana.
Walaupun dikenal dengan suku yang ramah tapi ketika harga diri, harkat, dan martabat mereka mulai terusik, mereka tak akan segan untuk melawan musuh-musuhnya.
Perkembangan Senjata Tradisional Jakarta
Arkeologi Uka Tjandrasasmita sebagai penduduk natif Sunda Kelapa berpendapat, bahwa suku Betawi memiliki senjata tradisional yang belum terpengaruh oleh kebudayaan asing dari zaman Neolithikum atau zaman batu (3000-3500 tahun yang lalu).
Hal ini dengan ditemukan bukti arkeologis di daerah Jakarta dan sekitarnya dimana terdapat aliran-aliran sungai besar seperti Ciliwung, Cisadane, Kali Bekasi, Citarum pada tempat-tempat tertentu sudah didiami.
Di lokasi tersebut ditemukan senjata tradisional seperti; kapak, beliung, pahat, pacul yang sudah diumpam halus dan memakai gagang dari kayu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa masyarakat Betawi saat itu sudah mengenal pertanian (mungkin semacam perladangan) dan peternakan. Bahkan juga mungkin telah mengenal struktur organisasi kemasyarakatan yang teratur.
Daftar Senjata Tradisional Jakarta
Berbicara mengenai senjata tradisional tidak akan ada habisnya. Setelah sebelumnya saya telah membahas mengenai senjata tradisional Jambi dan Papua.
Di jakarta, senjata tradisional sudah dikenal sejak zaman dulu. Beberapa diantaranya ada yang masih digunakan sampai saat ini baik itu sebagai alat pertanian ataupun disimpan sebagai benda pusaka.
Terdapat 10 senjata tradisional asli Jakarta yang digunakan oleh suku Betawi. Simak pembahasannya baik-baik ya.
Senjata Tradisional Jakarta Golok Betawi
Golok merupakan senjata tradisional yang paling popoler, senjata ini kerap dijadikan alat kelengkapan keseharian pakaian adat Betawi para kaum pria.
Selain digunakan sebagai alat pertahanan diri, golok juga berfungsi sebagai perkakas yang berguna untuk mencari kayu bakar, mengupas kelapa, dan memotong hewan.
Berdasarkan fungsinya, orang Betawi umumnya memisahkan golok yang dipakai untuk bekerja (Gablongan) dengan golok simpenan (Sorenan).
Golok simpenan hanya dipakai ketika akan menyembelih hewan atau untuk melindungi diri.
Sebagai senjata tradisional khas suku Betawi, Golok betawi memiliki karakterisitik yang membedakannya dengan golok daerah lain yaitu; memiliki ukiran khas Betawi serta bentuknya yang terbilang unik dan memiliki nama penggunaan sendiri.
Berdasarkan bentuknya, golok Betawi dibedakan menjadi 3 jenis yaitu; golok ujung turun, golok betok dan golok gobang. Berikut penjelasannya.
Golok Ujung Turun
Golok ujung turun adalah senjata tradisional Betawi yang memiliki ujung lancip. Jenis golok ini biasanya menggunakan wafak (ukir) pada bilahnya serta terdapat ukiran hewan pada gagangnya.
Gagang golok ini biasanya terbuat dari tanduk, tujuannya agar beban golok menjadi ringan. Jenis golok ini adalah senjata yang sering diselipkan disarung jawara Betawi.
Adapun gambar hewan yang diwafak digolok mencerminkan kepercayaan orang Betawi akan hewan yang dianggapnya keramat.
Hewan yang biasa digunakan dalam ukiran golok ini biasanya adalah macan. Salah satu contoh ukirannya terdapat pada Golok Mat Item yang juga berwatak gambar macan.
Golok Betok
Golok betok merupakan pusaka asli masyarakat Betawi. Sebagai sebuah senjata pusaka, keberadaan golok betok merupakan fase awal dalam sejarah nusantara.
Bahkan sebelum senjata khas Jawa Barat kujang ada, golok betok sudah ada konsepnya, terlebih dahulu.
Namun, karena Kerajaan Padjajaran memohon kepada Sang Empu agar dibuatkan secepatnya sebuah senjata bernama kujang, pembuatan golok betok menjadi tertunda.
Golak Gobang
Bentuk dari golok gobang khas Betawi ini cenderung pendek. Golok gobang memiliki bentuk ujung yang rata serta melengkung di bagian punggung golok.
Senjata tradisional Betawi ini dibuat dari bahan utama berupa tembaga. Adapun gagang pada golok ini terbuat dari kayu rengas, serta tidak memiliki ukiran.
Orang Betawi menyebutnya dengan sebutan gagang jantuk.
Bilah golok gobang terbilang polos tanpa pamor atau wafak yang umumnya dipakai sebagai golok para jawara, golok ini berdiameter 6 cm yang tampak lebih lebar dari golok lainnya.
Senjata Tradisional Jakarta Siku-siku
Siku-siku adalah senjata tradisional suku Betawi yang tersusun dari dua besi yang saling menyilang atau menyiku.
Biasanya jenis senjata ini digunakan secara berpasangan. Selain memiliki bentuk yang saling menyilang, senjata siku-siku juga memiliki kemiripan dengan senjata belati.
Hal yang membedakan antara belati dan siku-siku terletak pada bentuk batang dan sisi-sisinya.
Senjata belati mempunyai batang yang pipih dengan kedua sisi yang tajam, sementara siku-siku batangnya bulat dan ujungnya runcing.
Menurut beberapa orang Betawi yang mengetahui sejarah, siku-siku adalah senjata yang sudah lama dikenal oleh orang-orang Betawi jauh sebelum mereka menemukan dan menjadikan golok sebagai senjata tradisional.
Konon pada zaman dulu senjata siku-siku hanyalah dimiliki oleh jawara karena senjata jenis ini tergolong sangat berbahaya dan bisa digunakan untuk menusuk
Senjata Tradisional Beliung Gigi Gledek Jakarta
Beliung adalah senjata tradisional Betawi sejenis kapak dengan mata menyilang kearah gagang pegangan, senjata ini umumnya digunakan sebagai perkakas untuk memotong kayu.
Senjata ini merupakan jenis kapak dengan mata kapak terbuat dari batu yang berasal dari zaman Neolithikum sekitar 3000-4000 tahun yang lalu
Gigi gledek pertama kali ditemukan di daerah Condet melalui penggalian yang dilakukan pada tahun 1970-an. Hal tersebut diperkuat dengan tinjauan arkeologis yang menunjukkan bahwa Condet telah dihuni orang sejak 3500 tahun yang lalu.
Beberapa tokoh yang diketahui pernah menggunakan senjata ini adalah Batara Katong (Wak Item) dan Salihun pemimpin kelompok Si Pitung.
Beliung digunakan Salihun sebagai sarana dalam melakukan aksi perampokan maupun pelarian dengan memanjat pagar tembok.
Senjata Tradisional Jakarta Badik Cangkingan
Badik cangkingan adalah senjata tradisional masyarakat Betawi yang berukuran kecil dan bentuknya hampir menyerupai rencong (senjata khas Aceh) dan badik (senjata khas Sulawesi).
Bagian-bagiannya terdiri dari gagang yang terbuat dari kayu yang keras ataupun gading, cincin yang terbuat dari (perak, perunggu atau emas), kemudian rangka dan sarung.
Kedua bagian ini biasanya terbuat dari kayu yang keras yang diukir indah. Bagian terakhir adalah bilah badik yang terbuat dari campuran besi dan baja.
Sesuai dengan namanya “cangkingan“, senjata ini biasanya dibawa begitu saja, diselipkan pada celana atau sarung.
Senjata badik cangkingan adalah jenis senjata untuk mempertahankan diri.
Namun pada saat ini badik cangkingan banyak digunakan sebagai pelengkap busana, terutama busana pengantin laki-laki dalam suatu upacara perkawinan dan umumnya orang yang menyimpan senjata ini hanya para perias pengantin.
Senjata Tradisional Jakarta Piso Punta
Piso punta adalah senjata tajam jenis tusuk, dengan panjang sekitar 15-20 cm. Senjata ini berfungsi sebagai senjata pusaka yang menjadi simbol strata sosial (senjata tajam ini tidak pernah digunakan untuk bertarung).
Di Jawa Barat mungkin dikenal sebagai Kujang, namun Kujang lebih variatif dari segi bentuk dan motif ciung.
Senjata pusaka yang dianggap paling “berisi”. Pisau ini hanya dimiliki oleh kaum elit dan merupakan senjata pusaka Betawi yang paling mulia.
Senjata Tradisional Jakarta Rotan
Rotan adalah jenis senjata tradisional Betawi yang digunakan pada permainan Seni Ketangkasan Ujungan dan termasuk kategori senjata alat pemukul.
Di sinyalir dari Seni Ujungan inilah awal beladiri berkembang. Pada masa awal terbentuknya Seni Ketangkasan Ujungan, rotan yang digunakan mencapai panjang 70-100cm.
Pada ujung rotan disisipkan benda-benda tajam seperti paku atau pecahan logam, yang difungsikan untuk melukai lawan.
Rotan jenis ini dipakai hanya ketika berperang menghadapi musuh sesungguhnya.
Tubuh lawan yang menjadi sasaran pun dibatasi hanya sebatas pinggang ke bawah, utamanya tulang kering dan mata kaki.
Seiring berkembangnya zaman, rotan yang digunakan pun hanya berkisar 70-80cm dan paku/pecahan logam di ujung rotan pun tidak lagi digunakan karena pertandingan yang sifatnya sebagai hiburan,
Senjata Tradisional Jakarta Cunrik (Keris Kecil Tusuk Konde)
Cunrik merupakan senjata tradisional masyarakat Betawi yang berupa keris kecil atau tusuk konde. Senjata ini biasa dipakai oleh perempuan untuk mempertahankan diri
Senjata ini terbuat dari besi kuningan dengan panjang kurang dari 10cm.
Salah seorang resi perempuan yang terkenal menggunakan cunrik ini adalah Buyut Nyai Dawit, pengarang Kitab Sanghyang Shikshakanda Ng Karesiyan (1518). Dimakamkan di Pager Resi Cibinong.
Senjata Tradisional Jakarta Kerakel
Kerakel (Kerak keling) merupakan salah satu jenis senjata pemukul. Senjata ini merupakan perkembangan dari senjata rotan ujungan. Orang Betawi Rawa Belong lebih mengenalnya dengan sebutan Blangkas.
Ukuran senjata btang pemukul pipih memiliki panjang lebih pendek dari rotan (40-60cm). Bahan dasar pembuatan adaalah hasil sisa pembakaran baja hitam (kerak keling) yang dicor.
Ujung gagang lancip yang mempunyai fungsi sebagai alat penusuk.
Pada gagang dibuat lebih ringan dengan bahan terbuat dari timah. Agar tidak licin, para jawara zaman dulu melapisinya dengan kain.
Sekilas bentuk kerakel mirip dengan kikir, sejenis perkakas yang difungsikan sebagai pengerut besi.
Namun, pada akhir abad 17 orang-orang peranakan Cina memodifikasi kerakel menjadi sebuah bilah dengan dua mata tajam, di sebut Ji-Sau (Ji, berarti dua-Sau, berarti bilah).
Seiring dengan perkembangan waktu, lidah masyarakat Betawi memetaforkan kata ji-sau menjadi pi-sau, sekalipun pi-sau hanya bermata satu.
Senjata Tradisional Jakarta Pisau Raut
Pisau raut merupakan senjata tradisional masyarakat Betawi yang bentuknya hampir mirip badik, yang memiliki pisau ini hanya sang Hulun atau rakyat biasa.
Pisau ini disebut juga badi-badi.
Selain berfungsi sebagai senjata, pisau raut juga merupakan salah satu ciri khas pada pengantin dandanan rias bakal pria adat Betawi.
Senjata ini disematkan pada bagian tengah baju dan ditahan dengan ikat pinggang. Letaknya cenderung ke sebelah kanan dengan dihiasi bunga melati yang dironce indah.
Senjata Tradisional Jakarta Toya
Bagi masyarakat Betawi khususnya guru dan murid-murid pencak silat, senjata tradisional Betawi yang disebut toya mungkin sudah tidak asing lagi bagi mereka.
Ya, karena toya merupakan senjata asli tradisional Betawi yang berbentuk rongkat dan terbuat dari bahan kayu ataupun bambu yang keras.
Kegunaan utama dari senjata toya adalah untuk menangkis senjata lawan namun pada perkembangnya, senjata ini juga bermanfaat untuk menyodok, menggebuk atau menyerang lawan.
Ukuran senjata ini tak mencapai 2 meter dan masih sering digunakan untuk latihan pencak silat. Bahkan ukurannya pun dapat disesuaikan dengan usia atau tinggi badan si pemakai.
Penutup
Demikianlah pembahasan lengkap mengenai senjata tradisional Jakarta. Semoga artikel yang saya tulis dapat bermanfaat dan bisa menjadi referensi dalam pembelajaran kalian.
Terima kasih.